Breaking News

Direktur NTB Corruption Watch Diperiksa Polda NTB Terkait Dugaan Pelanggaran Lingkungan oleh PT. Autore Pearl Culture




Mataram – Direktur Eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) NTB Corruption Watch (NCW), Fathurrahman Lord, hari ini menjalani pemeriksaan atau dimintai keterangan oleh penyidik Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Direktorat Kriminal Khusus Polda NTB, di ruang Deks Tenagakerjaan. Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan laporan resmi yang telah diajukan oleh Fathurrahman pada 26 September 2025 lalu mengenai dugaan pelanggaran hukum dan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan PT. Autore Pearl Culture di Desa Sekaroh, Kabupaten Lombok Timur.

Dalam laporannya, NCW menyoroti serangkaian dugaan pelanggaran dan aktivitas ilegal yang dilakukan oleh perusahaan budidaya mutiara tersebut, yang dinilai tidak hanya merusak lingkungan laut tetapi juga merugikan masyarakat dan nelayan setempat.

> “Hari ini saya memenuhi panggilan penyidik untuk memberikan keterangan lanjutan terkait laporan kami mengenai dugaan pembangunan dermaga tanpa izin serta penggunaan jangkar dan longline ilegal oleh PT. Autore Pearl Culture di Desa Sekaroh,” ujar Fathurrahman Lord usai menjalani pemeriksaan.



Menurut Fathurrahman, unsur utama masalah dalam laporan ini mencakup aktivitas perusahaan yang diduga tidak memiliki kelengkapan izin operasional dan lingkungan, termasuk Persetujuan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PKPLH). Selain itu, kegiatan perusahaan tersebut disebut telah menimbulkan konflik sosial dan ekologis dengan masyarakat sekitar, terutama nelayan dan pelaku wisata bahari.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat juga sebelumnya menyatakan bahwa PT. Autore Pearl Culture diduga melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2024 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) Provinsi NTB.

Delapan Dugaan Pelanggaran PT. Autore Pearl Culture

LSM NTB Corruption Watch mencatat sedikitnya delapan poin dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Autore Pearl Culture di wilayah Desa Sekaroh, yakni:

1. Budidaya mutiara ilegal di Blok D sejak tahun 2024 hingga saat ini, tanpa mengantongi izin resmi dari instansi berwenang.


2. Pembangunan dermaga tanpa izin yang dilakukan sejak tahun 2023 dan masih berlangsung hingga kini.


3. Penggunaan jangkar dan longline (rawai) tanpa izin, yang diduga mengakibatkan kerusakan pada ekosistem terumbu karang dan lingkungan laut.


4. Penyemprotan limbah mutiara ke laut, yang berpotensi mencemari perairan dan merusak biota laut.


5. Kerusakan ekosistem laut secara luas, akibat aktivitas budidaya dan alat berat yang digunakan.


6. Pemblokiran akses bagi operator wisata bahari, yang menghambat aktivitas pariwisata lokal di kawasan Sekaroh.


7. Pembatasan akses masyarakat lokal ke wilayah laut, yang berdampak langsung pada mata pencaharian nelayan dan warga pesisir.


8. Diduga menerima SP3 dari Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, meski sejumlah aktivitasnya dinilai belum memenuhi ketentuan perizinan dan tata ruang.



Fathurrahman menegaskan bahwa langkah pelaporan ini dilakukan sebagai bentuk komitmen masyarakat sipil untuk menegakkan hukum dan menjaga kelestarian lingkungan laut Lombok Timur, sekaligus mendorong aparat penegak hukum untuk bertindak tegas terhadap aktivitas yang melanggar ketentuan hukum.

> “Kami berharap Polda NTB benar-benar menindaklanjuti kasus ini secara profesional. Masyarakat di Sekaroh sudah lama merasa dirugikan. Aktivitas perusahaan yang tidak transparan dan tidak berizin harus dihentikan,” tegasnya.



Ia juga menambahkan bahwa NCW akan terus mengawal proses hukum ini hingga tuntas dan siap menghadirkan bukti tambahan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut.(red)

Type and hit Enter to search

Close