![]() |
Ist |
Lombok Barat – Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sepanjang trotoar kawasan pusat Jalan Senggigi, Kecamatan Batulayar, mengaku terpaksa menjalankan aktivitas ekonomi mereka di lokasi tersebut karena tidak adanya tempat yang disiapkan atau fasilitas yang memadai dari Pemerintah Daerah.
"Kami bukan tidak ingin tertib, tapi kami tidak punya pilihan. Tidak ada tempat yang disiapkan oleh pemerintah daerah. Kami butuh makan, kami butuh hidup, makanya kami berjualan di trotoar ini," ungkap salah satu pedagang yang enggan disebutkan namanya.
Kawasan Senggigi yang dikenal sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Lombok Barat, saat ini memang tengah menghadapi persoalan tata kelola ruang publik, terutama menyangkut keberadaan PKL yang berjualan di badan jalan dan trotoar. Aktivitas ini tak hanya memengaruhi estetika kawasan, namun juga berpotensi mengganggu kenyamanan wisatawan dan kelancaran arus lalu lintas.
Meski demikian, para pedagang berharap pemerintah tidak serta-merta menertibkan mereka tanpa solusi yang manusiawi. Mereka menilai, keberadaan mereka juga turut memberi warna dan dinamika ekonomi lokal, serta menjadi bagian dari denyut kehidupan masyarakat Senggigi.
"Kalau pemerintah menertibkan, kami siap. Tapi kami juga minta tempat yang layak. Jangan hanya dilarang, tapi tidak diberi solusi. Kami siap pindah kalau disiapkan tempat yang strategis dan bisa membuat kami tetap bertahan hidup," tambah seorang pedagang lainnya.
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Kabupaten Lombok Barat terkait penyediaan tempat relokasi bagi para PKL di Senggigi.
Sementara itu, beberapa tokoh masyarakat dan aktivis sosial telah mulai menyuarakan agar Pemda segera turun tangan dan menyusun langkah strategis untuk mengatur penataan kawasan Senggigi tanpa mengorbankan hak-hak masyarakat kecil.
"Kita butuh penataan, tapi juga butuh keadilan sosial. Jangan hanya berpihak pada keindahan, tapi lupakan perut masyarakat kecil yang berjuang di tengah keterbatasan," ujar Basriadi Pengamat kebijakan publik Lombok Barat.
Persoalan ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah agar mampu menyeimbangkan kebutuhan estetika kawasan pariwisata dengan keberlangsungan ekonomi masyarakat yang menggantungkan hidup di sektor informal.
Social Footer