Mataram NTB - Kisruh organisasi yang menaungi seluruh umat Hindu Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan nama Parisada Hindu Dharma Indonesia NTB akhirnya berkesudahan.
Peran serta tokoh umat hindu serta seluruh parisada dan kelompok-kelompok umat hindu lainnya yang ada di NTB yang tidak ingin melihat perpecahan dalam tubuh PHDI NTB akhirnya tercapai.
Hal ini di tandai dengan hadirnya Surat Keputusan (SK) PHDI pusat tertanggal 07 Maret 2022 yang memberhentikan Ketua harian PHDI NTB hasil Loka Saba tahun 2019 IKS, dan menunjuk sdr. Komang Rena sebagai Pejabat Sementara (PJS) ketua harian PHDI NTB hingga terbentuknya pengurus depinitif melalui Loka Saba luar biasa dalam waktu paling lambat 3 bulan kedepan.
Sebagai PJS yang ditunjuk oleh PHDI pusat, Komang Rena mengatakan bahwa dirinya berkomitmen untuk membuat PHDI NTB ini berdiri kokoh kembali.
"Demi kepentingan umat maka saya siap untuk mengembalikan keadaan PHDI NTB ini seperti sedia kala,"ucap Komang Rena pada acara Pesamuan Agung,(16/03) di mataram.
Komang menceritakan bahwa dulu pada Logo Sobo tahun 2019 dirinya juga masuk dalam Tim Formatur sebagai Sekretaris. Namun karena sesuatu dan lain hal dirinya dan 9 pengurus lainnya di PAW.
"Atas PAW tersebut banysk pihak yang menilai kebijakan ketua harian PHDI NTB waktu itu cacat Hukum sehingga muncullah kisruh dari dalam tubuh PHDI NTB itu sendiri,"papar pemerhati pendidikan ini.
Kisruh tersebut lanjut Komang, yang akhirnya PHDI Pusat merasa perlu mengambil kewenangan dengan melakukan berbagai koordinasi dengan semua pihak, maka akhirnya SK Pemberhentian dan pengangkatan PJS di keluarkan PHDI pusat tertanggal 07 maret tersebut.
Sebagai langkah awal yang dilakukan selaku yang diberi mandat PJS maka akan melakukan berbagI koordinanasi dan konsolidasi dengan seluruh kelompok yang ada guna menyusun agenda selanjutnya yaitu membentuk panitia dalam rangka Musyawarah daerah (Musda) untuk memilih pengurus atau ketua Definitif.
"Siapapun berhak jadi ketua asal sesuai persyaratan yang telah tertuang pada AD/ART PHDI, dan bagi ketua yang diberhentikan dengsn catatan cacat hukum, maka tidak lagi mempunyai hak untuk ikut dipilih sesuai AD/ART,"pungkasnya.
Sementara itu Ketus Majelis Agung Windu Sesukertaning Jagad I Gede Gunawan Wibisana SH mengatakan bahwa kisruh di Lembaga Parisada NTB dapat berdampak kepada nama baik lembaga, janga sampai lembaga PHDI ini dilecehkan karena yang menjadi masalah adalah oknum pengurusnya, dan PHDI harus tetap kita hormati.
"PHDI harus kita hormati, yang bermasalah bukan lembaganya tetapi oknum pengurusnya dalam hal ini Ketua harian PHDI NTB,"cetus Gunawan.
Sebagai umat akan prihatin bila lembaganya diurus oleh orang yang perbuatannya tidak mencerminkan perbuatan baik. Dengan ditetapkannya ketua harian PHDI NTB sebagai tersangka atas salah satu kasus hukum, maka sudah selayaknya harus mengundurkan diri seperti yang tertuang di AD/ART, karena itu akan memberi contoh negatif pada umatnya.
"Jadi seorang ketua Lembaga Parisada harus bisa memberi contoh perbuatan baik danbharus bisa memberikan rasa nyaman pada umatnya dan bukan sebaliknya,"jelasnya.
Oleh karena itu lanjut Gunawan Majelis akhirnya turun untuk menyelamatkan lembaga parisada dengan bersurat ke PHDI pusat, dan langsung mendapat respon melalui SK yang diterbitkan.
"Majelis harus bisa menyelamatkan dengan melakukan upaya apapun, bila ada oknum manapun yang sudah menyentuh kenyamanan umat,"pungkasnya.
Sedangkan selaku penanggung Jawab pengelolah Pure A.A Made Jelantik ABW SH, merasa bahwa ketua harian PHDI NTB telah melakukan kekisruhan terkait aset puri sehingga menimbulkan ketidak nyamanan bagi umat hindu lombok khususnya.
Oleh karena itulah keributan di lembaga parisada NTB terjadi. Atas kegaduhan itulah timbul perpecahan yang akhirnya memaksa Majelis Agung angkat bicara.
"Jadi selain PAW pengurus yang tidak sesuai aturan, juga membuat kekisruhan terkait aset-aset pure, maka muncullah SK PJS ini,"pungkasnya.(red)
Social Footer